Mengungkit Mahar Hasil dari Pinjaman
Assalaamualaikum wa rahmatullaahi wa barokaatuh. Pak Ustadz, saya mau tanya, bagaimana hukumnya jika mertua saya selalu mengungkit-ungkit mahar yang pernah diberikan kepada saya. Beliau selalu mengatakan bahwa mahar tersebut adalah hasil pinjaman dan belum juga dibayar. Apakah saya yang wajib membayarnya, Ustadz? Sekarang usia pernikahan saya sudah hampir 4 tahun. Terimakasih!
Jawaban:
Wa’alaykissalaam wa rahmatullaahi wa barokaatuh.
Alhamdulillaahi wa kafaa, wa-sh shalaatu wa-s salaamu ala-n nabiyyi-l mushthafa, waba’d…
Saudariku penanya, mahar seorang wanita adalah hal yang sangat agung dan dimuliakan dalam syariat Islam. Ia adalah hak setiap istri yang tidak dapat diganggu gugat, baik oleh suaminya, ayah kandungnya, wali nikahnya, dan terlebih lagi mertuanya.
Allah –subhaanahu wa ta’aala– berfirman:
وَءَاتُواْ ٱلنِّسَآءَ صَدُقَٰتِهِنَّ نِحۡلَةٗۚ
Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan..
Dan para ulama sepakat bahwa perintah di atas bermakna kewajiban. (Lihat: Al-Mughni)
Allah –ta’aala– juga berfirman:
وَإِنۡ أَرَدتُّمُ ٱسۡتِبۡدَالَ زَوۡجٖ مَّكَانَ زَوۡجٖ وَءَاتَيۡتُمۡ إِحۡدَىٰهُنَّ قِنطَارٗا فَلَا تَأۡخُذُواْ مِنۡهُ شَيئاًۚ أَتَأۡخُذُونَهُۥ بُهۡتَٰنٗا وَإِثۡمٗا مُّبِينٗا …
وَكَيۡفَ تَأۡخُذُونَهُۥ وَقَدۡ أَفۡضَىٰ بَعۡضُكُمۡ إِلَىٰ بَعۡضٖ وَأَخَذۡنَ مِنكُم مِّيثَٰقًا غَلِيظٗا
[Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain, sedang kamu telah memberikan (mahar) kepada seseorang di antara mereka berupa harta yang sangat banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata?
… Bagaimana mungkin kamu mengambilnya kembali, sementara sebagian dari kamu telah bergaul (bercampur) dengan sebagian dari dirinya sebagai suami-isteri. Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat?!]
Dan sebagai tambahan, hutang yang diakadkan oleh suami anda, atau pun keluarga suami anda untuk memenuhi mahar anda ketika itu, sama sekali bukanlah beban yang harus anda tanggung. Sebagaimana salah satu kaidah fikih yang berbunyi:
الأَصْلُ بَرَاءَةُ الذِّمَّةِ
“Hukum asal seseorang adalah terlepas dari suatu tuntutan.”
Sehingga tanggungan –di antaranya adalah hutang- hanyalah bisa ditetapkan atas seseorang dengan bukti-bukti yang valid sesuai metode syariat Islam, karena hukum asalnya seseorang tidaklah berhutang.
Dan salah satu cerminan keindahan syariat Islam adalah pemberian solusi terbaik dari setiap permasalahan.
Allah –subhaanahu wa ta’aala– berfirman:
فَإِن طِبۡنَ لَكُمۡ عَن شَيۡءٖ مِّنۡهُ نَفۡسٗا فَكُلُوهُ هَنِيئاً مَّرِيئاً
Kemudian jika mereka (para istri) menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka gunakanlah pemberian yang indah lagi baik akibatnya tersebut…
Pada ayat di atas Allah –subhaanahu wa ta’aala– secara tidak langsung juga menghasung para istri, agar membantu suami-suami mereka yang kesusahan, dan salah satunya dengan memberikan sebagian, atau bahkan seluruh mahar yang ia terima, tentunya dengan hati yang penuh kerelaan dan pengharapan akan pahala dari Allah –ta’aala-.
Dosen tafsir saya saat ini, DR. Muhammad bin Humaid Al-Hushaini Al-Qurasy –hafizhahullaah-, di sela-sela penafsiran ayat ini mengatakan bahwa harta yang direlakan oleh sang istri dari maharnya untuk suaminya, adalah harta yang penuh keberkahan.
Ibn Katsir –rahimahullaah– dalam tafsirnya, menyertakan sebuah atsar sahabat Ali bin Abi Thalib –radhiyallaahu anhu-. Beliau mengatakan:
إِذَا اشْتَكَى أَحَدُكُمْ شَيْئًا، فَلْيَسْأَلْ امْرَأَتَهُ ثَلَاثَةَ دَرَاهِمَ أَوْ نَحْوَ ذلِكَ، فَلْيَبْتَعْ بِهَا عَسَلًا، ثُمَّ لِيَأْخُذْ مَاءَ السَّمَاءِ، فَيَجْتَمِعُ هَنِيْئًا مَرِيْئًا وَشِفَاءً مُبَارَكًا
“Jika salah seorang dari kalian sakit, maka mintalah kepada istrinya dirham, atau yang senilai dengan itu. Lalu hendaklah uang tersebut ia belikan madu, kemudian hendaklah ia mengambil air langit (air hujan), lalu ia minum. Sungguh telah terkumpul pada minuman tersebut hanii’an marii’a (mahar yang direlakan oleh sang istri) dan syifaa’an mubaaroka (madu yang mengandung kesembuhan serta air hujan yang mengandung berkah).”
Semoga Allah memudahkan kita semua untuk senantiasa menjaga sakinah, mawaddah, dan rahmah dalam rumah tangga kita.
Wallaahu ta’aala a’lam, wa shallallaahu alaa nabiyyinaa wa sallam.
Dijawab oleh Ustadz Ustadz Muhammad Afif Naufaldi (Mahasiswa Fakultas Hadits Universitas Islam Madinah)
Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/35625-mahar-nikah-hasil-utang-apakah-istri-yang-wajib-membayar.html